Maaf sebelumnya, ini semua cuma pendapat pribadi saya lho.. bukan maksud untuk menilai apalagi mendiskreditkan rekan-rekan sesama jurnalis.
Hampir genap 2 tahun saya terjun (lebih tepatnya kecemplung) di dunia jurnalistik. Sampai akhir febuari kemarin status saya masih jurnalis, jadi saat ini setelah bukan lagi berstatus sebagai jurnalis resmi (lebih enak jadi pengamat dan kontributor) saya mau menceritakan sekelumit pengalaman saya di dunia jurnalistik ini. Saya dulu memandang seorang jurnalis (or wartawan) itu sebagai sebuah profesi yang teramat mulia dan juga berat. Yah, berat karena harus siap sedia mencurahkan tenaga, waktu dan pikirannya demi menyampaikan informasi/berita kepada masyarakat. Akhirnya 2 tahun yang lalu kesempatan itu datang. Kesempatan untuk merasakan dunia jurnalistik. Kebetulan saya berkreasi disebuah majalah IT. Yah kalau kata teman-teman senior sih, lebih enteng kerjaannya dibanding media bidang politik atau ekonomi. Boleh dikatakan, majalah tempat saya berkreasi ini bukan saya anggap sebagai tempat bekerja mencari nafkah, tetapi lebih tempat untuk mengasah ilmu jurnalisme dan ilmu di bidang IT. Saya (dan beberapa teman) bahkan menyebut tempat ini sebagai sebuah Institut. Yup, institut yang mengajarkan berbagai macam hal, mulai manis, asam, getir sampai pahit. Seiring waktu berjalan, saya semakin merasakan tantangan sebagai seorang jurnalis terasa kurang disini. Memang (mungkin saya salah, tapi ini pendapat saya), Media itu akan terasa sulit untuk menjadi murni penyampai informasi ke publik bila sudah berbenturan dengan masalah bisnis. Dengan alasan kepentingan bisnis ini pula, saya merasakan seorang jurnalis bukannya membuat opini di masyarakat karena kemurnian jurnalisme, tapi malah memaksakan (atau lebih tepatnya menyetir) opini masyarakat berdasarkan kepentingan bisnis. Mungkin hal-hal semacam ini banyak dialami oleh jurnalis-jurnalis kita. Kepentingan bisnis mendominasi unsur media. Sehingga Media tidak bisa menjadi sesuatu yang mandiri (independen) sebagai penyuara kebenaran informasi ke publik. Teknik jurnalisme menuntut seorang jurnalis untuk menginvestigasi sebuah wacana untuk kemudian dijadikan berita/informasi yang akan disampaikan ke publik agar bisa mempengaruhi industri secara keseluruhan seakan dibalik. Jurnalis tidak ubahnya seorang copy-writter yang hanya dituntut untuk membuat berita sesuai pesanan industri.
Semoga dunia jurnalisme di negeri kita bisa semakin baik. Sudah sepantasnya posisi Jurnalis disejajarkan dengan profesi-profesi ahli lainnya seperti dokter, pengacara atau yang lain.
Name: Agung "Gus Portnoy" Sulendro Home: Jakarta, Indonesia About Me: Saya hanyalah seorang manusia biasa yang gemar sekali menulis dan mencurahkan apa yang ada di pikiran dan hati saya pada tulisan.
Seringkali pikiran dan hati saya terlalu kreatif berpetualang jauh sekali hingga tubuh tak mampu mengikuti, hingga akhirnya petualangan pikiran itu saya curahkan lewat tulisan. See my complete profile