Judul : Buah Kesabaran Pembantu Membawanya Jadi Ratu Penulis : Gus Portnoy Sinopsis
Sudah hampir 2 tahun Ratih (19 tahun) bekerja sebagai pembantu di rumah keluarga pasangan Hendry (45 Tahun) dan Winne (37 tahun). Hendry adalah seorang pengusaha sukses yang hari-harinya selalu disibukkan dengan berbisnis. Sedangkan Winne sang istri juga mempunyai usaha butik yang dibukanya di salah satu paviliun di rumah mereka yang mewah. Hendry dan Winne mempunyai dua orang anak yaitu Frans (18 tahun), yang baru saja menjadi mahasiswa dan Jeany (16 tahun), yang masih duduk di bangku SMU. Selain itu, adiknya Winne yaitu Lisa (30 tahun) ikut pula tinggal di rumah mewah itu. Selain Ratih, ikut bekerja juga di rumah itu, Pak Yono (40 tahun) sebagai supir keluarga, Mba' Nur (35 tahun) sebagai juru masak dan Pak Bambang (40 tahun) sebagai Satpam.
4 tahun yang lalu Ratih merantau ke Jakarta. Karena faktor ekonomi, dia hanya sempat sekolah sampai lulus SMP saja. Padahal Ratih termasuk anak yang cerdas dan berprestasi disekolahnya. Lulus SMP, dia diajak salah seorang tetangganya ke Jakarta untuk bekerja sebagai pembantu. Sempat berpindah-pindah majikan hingga akhirnya bekerja di keluarga Hendry.
Sejak dahulu, Ratih sangat senang membaca dan menulis. Semasa sekolah, dia sering mengikuti lomba menulis antar sekolah, dan selalu keluar sebagai pemenang. Kebiasaannya ini terus berlanjut hingga sekarang.
Namun sejak bekerja di keluarga Hendry, dia tidak bisa bebas lagi menulis. Keluarga Hendry, khususnya Winne dan Lisa selalu keras terhadap para pembantu yang bekerja di rumahnya. Mereka tidak diperkenankan beristirahat. Bila melihat Ratih atau Mba' Nur ada waktu senggang sedikit saja, atau terlihat sedang duduk-duduk dan mengobrol di dapur, pasti langsung dimarahin. Setiap hari Ratih harus banting tulang bekerja di rumah itu, membersihkan rumah dan membereskan segala tetek bengek yang ada di rumah itu. Menyapu rumah, mengepel, menyiram halaman, mencuci mobil, membereskan kamar (apalagi kamar Frans dan Jeanny yang selalu berantakan), belanja dan sebagainya. Dari pagi buta sampai dinihari selalu seperti itu. Setiap hari Ratih hanya bisa beristirahat 2 jam saja untuk tidur. Bahkan untuk sholat-pun Ratih selalu mencuri-curi kesempatan, karena menurut Winne dan Lisa, Sholat tidak membuatnya jadi kaya. Yang penting kerja dan kerja.
Meski begitu, keinginannya untuk menulis sangat besar. Ratih selalu mengantungi selembar kertas dan sebuah pensil kemanapun. Bila ada waktu, dia mencuri-curi untuk menuliskan apa yang ada di benaknya kedalam potongan kertas itu. Potongan-potongan kertas itu dikumpulkannya satu demi satu dan disimpannya didalam sebuah kotak bekas susu didalam lemarinya. Bila malam, sesudah sholat, Ratih selalu menyusun kembali apa yang ada di potongan-potongan kertas itu kedalam buku kumalnya yang ia simpan semenjak dulu.
Tak terasa,pada suatu malam Ratih membaca bukunya tersebut dan mengetahui bahwa tulisan-tulisannya selama ini sudah menjadi sebuah novel yang menarik. Ratih berkeinginan untuk mengikutkan tulisannya itu kedalam sebuah lomba menulis novel yang dia baca selebarannya di potongan kertas bekas belanjaan sayur. Memang Ratih juga mengumpulkan lembaran-lembaran koran/majalah bekas bungkus sayur/belanjaan untuk kemudian dibacanya. Kegemarannya membaca tidak pernah hilang.
Ratih selalu berusaha bersabar setiap hari. Bekerja tanpa kenal waktu dan disaat senggangnya mencuri-curi waktu untuk menulis dan membaca. Hal ini membuatnya tidak terlalu ketinggalan informasi. Di dalam doanya selesai sholat dia selalu berdoa memohon Allah untuk merestui usahanya untuk ikut lomba menulis itu.
Suatu hari, saat sedang ke pasar, Ratih pergi ke tempat pendaftaran lomba menulis tersebut yang kebetulan berdekatan dengan pasar. Dia kemudian mendaftar dan menyerahkan buku kumalnya ke panitia. Semula panitia menolak, karena format penulisan harus sudah berbentuk print-an komputer atau naskah yang sudah diketik. Ratih tetap bersikeras agar panitia mau memasukkan karyanya ini. Hingga akhirnya ada salah seorang penulis kenamaan yang kebetulan jadi juri menghampiri karena ribut-ribut di meja panitia tersebut. Ratih kemudian menjelaskan duduk perkaranya smabil menyerahkan buku kumalnya. Sang penulis ini kemudian membaca karya Ratih dan tersenyum. Dia berkata Ratih boleh ikut lomba, tulisannya sangat menarik.
Ratih terus menjalani aktifitas kerjanya sebagai pembantu, hingga akhirnya datang utusan dari lomba ini ke rumah tersebut. Lisa menemui utusan tersebut yang mengatakan bahwa Ratih keluar sebagai pemenang lomba. Lisa tidak percaya, menurutnya mustahil seorang pembantu bisa menghasilkan novel yang jadi pemenang. Ratih gembira sekaligus sedih, karena Lisa dan Winne kemudian mengusir utusan tersebut. Ratih dimarahi oleh Lisa dan Winne karena telah ikut lomba penulisan itu.
Esoknya, sang Penulis yang jadi juri datang bersama beberapa rombongan panitia. Mereka meminta bertemu Ratih untuk membawanya ke acara pengumuman lomba menulis tersebut. Winne dan Lisa bersikukuh tidak membolehkannya. Ratih diperbolehkan ikut ke acara tersebut dengan catatan dia tidak boleh lagi bekerja di rumah tersebut. Ratih bingung dan sedih. Tapi kemudian dia memutuskan untuk ikut. Dia berpikir inilah jalan yang diberikan Allah terhadapnya.
Waktu terus berjalan, tulisan karya Ratih kemudian diterbitkan dan meledak dipasaran. Ratih kini sudah berubah, hidupnya semakin membaik dan dia terus menghasilkan karya tulisan.
Winne dan Lisa heran dan kaget serta menyesal telah menyepelekan Ratih.
Ratih kemudian datang ke rumah Winne, bertemu dengan Wine, Lisa dan keluarga yang lain. Ratih meminta maaf kepada mereka karena sudah tidak bekerja disana lagi. Hal ini membuat Winne dan Lisa terharu dan tersadar betapa mulianya Ratih ini yang masih mau memaafkan tingkah kasar mereka pada dirinya. Sejak itu, keluarga Hendry semua sadar dan bertaubat bahwa sebenarnya hidup mereka tidak berarti tanpa kedekatan kepada Yang Maha Kuasa.
Name: Agung "Gus Portnoy" Sulendro Home: Jakarta, Indonesia About Me: Saya hanyalah seorang manusia biasa yang gemar sekali menulis dan mencurahkan apa yang ada di pikiran dan hati saya pada tulisan.
Seringkali pikiran dan hati saya terlalu kreatif berpetualang jauh sekali hingga tubuh tak mampu mengikuti, hingga akhirnya petualangan pikiran itu saya curahkan lewat tulisan. See my complete profile